Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah Ardat Ahmad, seorang pelajar kehidupan. Asal daerah dari Batubara Sumatera Utara sekarang menetap di Medan.Menikah dengan Saidatul Fadilah. Dari pernikahan tersebut kami dikaruniai empat orang anak laki-laki dan perempuan yang kemudian diberi nama Muhammad Taqie Mahdi, Murtadha Alief Ahmad, Muhammad Abizar Mashuri dan Nur Alifah Farhani. email ardat_ahmad@yahoo.co.id.

Labell

Minggu, 01 September 2013

The History Of Medan


MENJUNJUNG LANGIT........MENDUNG
MEMIJAK BUMI.........RETAK
(The History Of Medan)
Episode Pertama

“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya.”
(sengaja petikan sabda RasullAllah tersebut saya tuliskan diawal tulisan ini, untuk mengingatkan saya sendiri dan kita semua, akan pentingnya keikhlasan dalam setiap perbuatan. Termasuk menulis dan membaca).

Sore itu cuaca memang cerah. Kota  Medan di awal Maret memang sedang musim kemarau, walau terkadang hujan turun sesekali mengikuti iringan angin muson barat yang bertiup dengan tenang. Cuaca yang cerah dengan awan kumulus tipis, sungguh sebuah ketenangan hidup yang harus dinikmati.
Kota dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa, ‘setidaknya itu hasil dari sensus pada tahun 2010’ dengan kepadatan penduduk lebih dari 7ribu jiwa per kilometer persegi, tentu merupakan kota yang padat dan penuh sesak dengan segala aktivitas. Tentu kita bisa membayangkan bagaimana kampung kecil bernama ‘Medan  Putri’  yang diapit sungai Deli dan Babura tepatnya 7 abad yang lalu. Penuh ketenangan dan kebersahajaan. Mungkin  sesekali terdengar teriakan istri Guru Patimpus memanggil si Kolok atau si Kecik anak laki-lakinya yang berlarian riang hingga sampai dipinggiran kebun lada. Tujuh abad setelah itu.....dan mungkin tulang-belulang mereka telah menjadi debu yang berterbangan entah kemana. Dan kini Medan telah menjadi metropolitan baru di bumi Allah ini.

Ketika siang mulai menghilang, dilembayung senja, para penghuni kota mulai menyusupkan muka ketempat istri dan anak berada. Penat dan lelah setelah seharian mencari rejeki untuk kelangsungan kehidupan dan demi kehidupan yang lebih baik. Setelah seharian menyingsingkan lengan tangan, memeras keringat demi keluarga untuk mendapatkan karunia tuhan yang paling berharga dimata mereka. Maka kini saat mentari mulai merunduk dan bulan mulai menaikkan cahaya lembut pertanda malam kan tiba, mereka mulai lelah dan ingin ngasoh sebisanya.

 qèdurÏ%©!$#Nà69©ùuqtGtƒÈ@ø©9$$Î/ãNn=÷ètƒur$tBOçFômty_Í$pk¨]9$$Î/.......

dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang   kamu kerjakan di siang hari........

Hiruk pikuk kehidupan kota masih terasa. Hilir mudik mobil dan kereta masih silih berganti entah kemana tak tau tujuan. Bagi sebagian penduduk kehidupan telah memasuki masa tenang setelah seharian dari pagi hingga sore mencari karunia tuhan, namun bagi sebagian penduduk lainnya justru dengan bergantinya siang menjadi malam, kehidupan baru saja di mulai. Nampaknya kehidupan kota mempunyai sistem pergantian ship seperti pekerja di Mal dan plaza. Metropolitan memang memberikan arti bahwa kota tersebut selalu hidup dari detik demi detik tiada pernah berhenti. Seperti jantung yang berdetak selalu walaupun tubuh sedang istirahat atau tertidur pulas.
Kehidupan kota ini telah lama berlangsung sedemikian, hingga tiada waktu senggang  bagi kota untuk istirahat dari aktivitas penghuninya. Kota seperti denyut jantung yang terus menerus sibuk memompa darah dan oksigen keseluruh tubuh. Malam yang disediakan oleh tuhan untuk melegakan raga dan menenangkan jiwa justru menjadi ajang kesempatan bagi sebagian mereka untuk mencari karunia yang berbeda dalam bentuk lainnya. 

,Ï9$sùÇy$t6ô¹M}$#Ÿ@yèy_urŸ@øŠ©9$#$YZs3y.......

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, .......
Yaa....begitulah Medan.....


Tau nggak dari mana dapat tuhh judul “ Menjunjung langit Mendung, Memijak Bumi Retak”. Inspirasinya dari PPK....alias Pemuda Patriot Kebangsaan, rintisan Usman Siregar alias Si Jabrik. Lho kok bisa dari PPK? Kan PPK motonya “datang bagai petir, pergi bagai asap”. Kalau diterjemahkan dalam bahasa hermeneutik artinya berarti “ PPK itu kalau datang mengejutkan orang karena datangnya mendadak seperti petir membuat orang terkejut aja, namun ketika pergi...........perginya pelan-pelan atau anggotanya pergi satu, pergi satu, pergi satu trus sampe habis seperti asap yang hilang pelan-pelan. Seperti film dono, sewaktu mereka tidak punya duit tuk bayar makanan di restouran. Pertama  kasino keluar dari restoran, tak berapa lama keluar pula indro dari restoran, trus pas waktu dono mau pergi juga......ehhhh  ketahuaan deh. Jadi....gitu juga dengan PPK.
Trus kalooo “ Menjunjung langit Mendung, Memijak Bumi Retak” artinya apa yaaa? ....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar