Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah Ardat Ahmad, seorang pelajar kehidupan. Asal daerah dari Batubara Sumatera Utara sekarang menetap di Medan.Menikah dengan Saidatul Fadilah. Dari pernikahan tersebut kami dikaruniai empat orang anak laki-laki dan perempuan yang kemudian diberi nama Muhammad Taqie Mahdi, Murtadha Alief Ahmad, Muhammad Abizar Mashuri dan Nur Alifah Farhani. email ardat_ahmad@yahoo.co.id.

Labell

Minggu, 13 April 2014

The History Of Medan 3


MENJUNJUNG LANGIT........MENDUNG
MEMIJAK BUMI.........RETAK
(The History Of Medan)
Episode Ketiga

Medan, Belawan, Bagan Deli, Ujung Tanjung

Hujan belum juga reda, sudah dari jam setengah empat sore tadi hujan terus lebat sementara petir semakin hingar-bingar terdengar sesekali dari atas atap rumahnya yang mulai tua. Medan diawal November memang sedang mengalami musim penghujan. Curah hujan memang tinggi dan hampir setiap hari Medan selalu hujan, yaaa..... setidaknya gerimis saja. Apalagi jika hujan lebat seperti ini, tetesan demi tetesan air hujan telah mulai membasahi lantai kayu rumah pak Hamdan. Jainab anak tertua pak Hamdan harus mengumpulkan ember dari dapur untuk menampung air hujan yang menetes semakin banyak dari atas atap agar tidak membasahi seluruh permukaan lantai kayu yang telah mulai lapuk. 
Sudah dari setengah jam yang lalu bu Hamdan berdiri dibalik jendela, untuk kesekian kalinya ia memandang ke jam dinding yang kacanya telah mulai memudar karena dimakan usia dengan sarang laba-laba rumah yang  mengelilingi tepi-tepi dindingnya. Hatinya semakin bingung, itu terlihat dengan jelas dari pandangan matanya dan gaya berdirinya yang sedikit bergoyang. Dihentak-hentakkannya sesekali tumit kakinya kelantai kayu. “ sudah jam enam.... tapi ayah dan abangmu juga belum sampai”, gumamnya pada Jainab anak perempuan tertuanya yang kini telah memasuki kelas 3 SMA Negeri yang tidak jauh dari rumahnya. Adalah rejeki dari Allah karena begitu Jainab menamatkan SMP. Sekolah baru dibangun pemerintah mulai beroperasi, lumayan......disamping sekolah negeri ia juga tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk kesekolah karena cukup hanya dengan berjalan kaki saja. Lebih dari itu....Jainab juga tidak perlu uang jajan....karena jika haus cukup berlari ke dapur rumah untuk minum. Jika lapar........, biasa Jainab gak pernah lapar saat sekolah karena ketika otak nya kenyang oleh ilmu yang diberikan guru maka kenyanglah perut nya. Terkadang pendidikan menjadikan manusia memahami kondisi lebih kuat dari pada hanya sekedang rasa lapar dan haus. Jainab lebih sensitif terhadap hausnya otak akan ilmu dari pada hausnya tenggorokan oleh panasnya mentari.
Jainab hanya diam seribu bahasa, ia seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Ibunya dan hanya sibuk menggeser-geser ember untuk menenpatkannya hingga pas dengan tetesan air yang jatuh dari atap rumah agar tidak mengenai lantai kayu yang telah mulai bolong satu persatu. Terdengar sekali lagi Ibu nya berbicara sendiri seolah memberikan pengumuman pada masyarakat Bagan Deli Belawan atau seluruh manusia pengisi dunia ini. Musim penghujan yang mulai tiba, selain memberikan rahmat pada segenap bumi. Juga menghadirkan ombak dan badai yang tinggi di tengah lautan.
Angin koncang seperti ini terkadang bukannya menghasilkan tangkapan ikan yang banyak, namun ombak dan riak yang tinggi menjadi penyebab sampan dan pukat harus menepi. Kehidupan masyarakat pesisir yang hanya menggantungkan kehidupan dari jerih payah hasil tanggkapan ikan di laut memang lagi sulit. Apalagi jika musim seperti ini, ke khawatiran lah yang lebih menghampiri seluru penghuni rumah dari pada harapan akan hasil tangkapan ikan yang banyak.
Matahari masih malu-malu menunjukkan seluruh wajahnya namun kicauan burung dan deru suara samapn nelayang telah hingar bingar kedengaran diantara padatnya perumaham penduduk Bagan Deli. Seperti hari-hari sebelumnya istri pak Hamdan telah lama terbangun. Pagi sebelum subuh tadi pak Hamdan baru saja pulang melaut dengan selamat, namun hanya membawa satu plastik pakaian kotor yang basah karena di siram hujan.
Tadi siang sepulang sekolah, Jainab sempat bercerita pada ibunya, kalau uang SPP dan uang buku nya harus di bayar sebelum akhir bulan ini. Ujian semester akan segera tiba, itu berarti uang SPP sampai akhir semester harus dilunasi, begitu juga dengan uang buku. Jainab takut jika tunggakannya ke sekolah tidak dilunasi, ancaman pihak sekolah  untuk tidak memberi izin siswa mengikuti ujian akan menimpa dirinya. Apalagi bu Nur yang pengurus koperasi, setiap harinya selalu menagih hutang buku yang harus dilunasi. Rasa malu terkadang hinggap di hati Jainab, tapi harus gimana lagi. Himpitan kemiskinan menyebabkan muka memang harus sedikit tebal. Tebal oleh kemauan menuntut ilmu walau tidak jelas kemana akan bertambat setelah selesai SMA.
Terkadang hanya sang hyang widi (Allah) tempat Jainab mengadu. Dalam kegelapan malam disaat semua penduduk telah terlelap sebuah asa terkadang terlontar dari bibir mungil nan anggun seorang gadis melayu pesisir “ Ya...Allah...disaat aku dalam renangan janganlah engkau beri pendayung yang patah.....karena aku hendak mencapai pinggiran pantai yang mulai mengambang”.
Pertikaian kembali dan kembali terulang kembali di sekolah. Jainab cuman mendengar dari bisikan anggota osis yang pada dekat dengan guru. Sebagai siswa miskin tentu saja pemerintah tidak akan ambil diam. Tentu saja harus begitu......kan pakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Alhamdulillah ratusan siswa miskin di sekolah nya mendapatkan Bantuan Siswa Miskin (BSM) dari pemerintah, yang mungkin tidak seberapa namun sangat berarti bagi Jainab dan kawan-kawan yang bernasib sama seperti dia. Namun entah sudah berapa lama dana yang telah dicairkan pemerintah untuk di terima nya tidak pernah sampai di tangannya. Jainab Tak tau siapa yang harus bertanggung jawab. Namun Jainab yakin jika  Allah maha tau kondisi sebenarnya.

Sampai kapan kita akan menutup mata pada pendidikan yang kita katakan sebagai modal bagi perubahan bangsa.

Sampai kapan pengelola pendidikan diberikan pada mereka yang lebih mementingkan keniscayaan pribadi dari pada keniscayaan Jainab dan kawan-kawan nya.